I.
PENDAHULUAN
Munculnya
organisasi IPNU-IPPNU adalah bermula dari adanya jam’iyah yang bersifat local
atau kedaerahan, wadah yang berupa kumpulan pelajar dan pesantren yang semuanya
dikelola dan diasuh oleh ulama’. Jam’iyah tersebut tumbuh dan berkembang
diberbagai daerah hampir diseluruh belahan bumi Indonesia, misalnya jam’iyah
dzibaan, yasinan dll, yang kesemuanya memiliki jalur tertentu dan satu sama
lain tidak berhubungan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan nama yang terjadi
didaerah masing-masing, mengingat lahirnya pun atas inisiatif sendiri-sendiri.
Kembalinya
Ikatan Putra Nahdlatul Ulama ke Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama yang di hasilkan
pada kongres di Surabaya XIV tahun 2003 dan di mantapkan pada kongres di
Jakarta tahun 2006, menjadi prasasti sejarah bagi era baru perjuangan IPNU
merambah dunia pendidikan. Implikasi dari perubahan orientasi kembali ke
pelajar adalah memperjuangkan terpenuhinya hak-hak pelajar. Tidak sekedar
melakukan proses kaderisasi melalui institusi pendidikan, lebih dari sekedar
itu harus terumuskan pula secara filosofi, strategi memperjuangkan dunia
pendidikan Indonesia di era globalisasi saat ini.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa
Pengertian dan Dampak Globalisasi ?
B. Bagaimana
Dampak Globalisasi Pada Pendidikan ?
C. Bagaimana
Gerakan Pelajar Dalam mengatasi Globalisasi ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Dampak Globalisasi
Adalah
masuknya atau meluasnya pengaruh dari suatu wilayah/ negara ke wilayah/ negara
lain dan atau proses masuknya suatau negara dalam pergaulan dunia. Proses
globalisasi mengandung implikasi bahwa suatu aktifitas yang sebelumnya terbatas
jangkauannya secara nasional, secara bertahap
berkembang menjadi tidak terbatas pada suatu negara.
Globalisasi menunjukkan semakin meningkatnya ketergantungan antar individu dan
antar masyarakat diseluruh dunia. Jadi, pengertian globalisasi adalah
menyatunya negara-negara yang ada di dunia menjadi satu negara yang sangat
besar tanpa mengenal batas.
Bagaikan dua sisi mata uang koin, globalisasi tidak hanya memberikan
dampak positif bagi Indonesia tetapi bisa juga memberikan dampak yang negatif.
Untuk itu sebagai bagian dari bangsa yang besar ini kita harus bisa
memanfaatkan dampak positifnya seoptimal mungkin dan meminimalisir atau
buanglah jauh-jauh dampak negatifnya. Hal tersebut semata-mata demi kepentingan
bangsa ini agar semakin baik kedepannya.
Diatara dampak positif dari globalisasi adalah sebagai berikut :
1. keterbukaan
informasi
Globalisasi membuat akses terhadap informasi
semakin terbuka lebar, masyarakat bisa mendapatkan berbagai informasi dari
banyak media, seperti televisi, internet, soaial media, dan lain-lain. Ini membuat
masyarakat semakin terbuka, cerdas, dan berpikir kritis.
2. Komunikasi semakin
cepat dan mudah
Dulu mungkin
orangtua kita membutuhkan waktu lama (berhari-hari) untuk berkomunikasi dengan
temannya yang berada di negara lain melalui media komunikasi konvensional surat
menyurat. Tetapi saat ini era tersebut sudah using, masyarakat lebih menyukai
menggunakan media komunikasi yang murah dan cepat yaitu dengan telepon,
internet dan sosial media.
3. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Globalisasi
memungkinkan orang-orang yang pintar Indonesia menuntut ilmu di Amerika Serikat dan
Eropa. Dan jika sudah selesai diharapkan mereka-mereka itu bisa menerapkan dan
mengaplikasikan ilmunya di Indonesia.
4. Perekonomian Indonesia semakin menggeliat
Globalisasi
membuat laju perekonomian di negeri ini semakin menggeliat. Hal tersebut bisa
terlihat dari neraca perdagangan kita yang terbilang baik karena nilai ekspor
dan impornya relatif seimbang. Selain itu Indonesia juga selalu dilirik oleh
dunia internasional sebagai tempat terbaik untuk berinventasi terutama untuk
sector pertambangan, pertanian dan industry tekstil.
5. Meningkatnya taraf hidup masyarakat
Dunia yang
tanpa batas saat ini memungkinkan
seseorang untuk berusaha meningkatkan taraf hidupnya dan juga
keluarganya. Tidak sedikit warga negara kita yang bekerja diluar negeri untuk
membiayai kebutuhan keluarganya didalam negeri. Meskipun demikian, sudah
seharusnya era globalisasi ini diimbangi dengan manusia yang berpendidikan dan
berkarakter.
Sementara beberapa dampak
negatif dari munculnya era globalisasi adalah
1. Informasi tak terkendali
Globalisasi
tidak hanya memberikan berjuta manfaat untuk kita semua, melainkan juga
terdapat dampak negatifnya, salah satunya adalah arus informasi yang tak
terkendali. Tidak semua informasi itu baik untuk kita, ada juga informasi yang
tidak baik da tidak sesuai dengan keprbadian kita. Oleh karena itu, era
globalisasi ini harus dimbangi dengan
Siritual Quotient.
2. Westernisasi (kebarat-baratan)
Dampak
negative globalisasi yang juga dirasakan bangsa Indonesia sekarng adalah
menjamurnyan budaya barat. Jika hal itu baik maka boleh kita tiru, jika
sebaliknya maka buanglah jauh-jauh. Kenyataannya saat ini banyak sekali budaya
barat yang hype di Indonesia tetapi sebaliknya jarang sekali orang-orang
yang mau melestarikan budaya asli Indonesia itu sendiri.
3. Sikap Individualisme
Saat ini,
kita memerlukan bantuan alat atau perangkat untuk memermudah aktivitas kita dan
kita merasa tak perlu lagi bantuan manusia. Hal ini menyebabkan manusia semakin
individualistik, padahal hakikat manusia sebenarnya adalah makhluk sosial.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan menyebabkan orang-orang cenderung
individualistik.
4. Kesenjangan sosial
Sudah menjadi rahasia jika gap antara orang miskin dan orang kaya
dinegeri ini sangat besar sekali. Satu sisi globalisasi membuka peluang untuk
orang-orang yang berpendidikan, sedangkan disatu sisi lagi globalisasi membuat
orang-orang kecil semakin sulit bertahan hidup. Ini yang menyebabkan
kesenjangan sosial di Indonesia semakin lebar setiap tahunnya.
5. Pola hidup konsumtif
dampak negative dari globalisasi adalah meningkatknya konsumerisme
dikalangan masyarakat Indonesia. Sifat konsumtif dibentuk oleh kita yang
cenderung belanja produk-produk yang kita inginkan bukan yang kita perlukan.
Kemudahan akses berbelanja dan membajirnya produk-produk branded menyebabkan
pola hidup konsumtif semakin merajalela.
B. Dampak Globalisasi Pada Pendidikan
Pendidikan merupakan investasi yang
paling utama bagi setiap bangsa, apalagi bagi bangsa yang sedang berkembang,
yang giat membangun negaranya. Pembangunan hanya dapat dilakukan oleh manusia
yang dipersiapkan untuk itu melalui pendidikan. [1]Namun
saat ini dunia pendidikan memasuki ruang kehawatiran (gelap), pribadi
pendidikan di negeri ini dis-orientasi dan tidak sesuai dengan tujuan
pendidikan. Padahal pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara
sadar dan jelas memiliki tujuan, sehingga diharapkan dalam penerapannya ia tak
kehilangan arah dan pijakan.[2]
Akibatnya target pendidikan
kehilangan arah. Mulai dari regulasi yang tidak berpihak pada rakyat, kurikulum
yang tidak konstektual, manajemen yang tidak transparan, serta sarana prasarana
yang tidak memadai. Pola pikir masyarat saat ini berubah orentasi tentang makna
pendidikan, masyarakat sekarang instan berpikir tentang pendidikan.
Pada dasarnya
konsep tujuan pendidikan adalah perubahan yang diinginkan yang dilakukan dengan
usaha proses pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan
pada kehidupan pribadnya, atau kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar
tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan sendiri dan proses
pengajaran sebagai suatu aktifitas asas dan sebagai proporsi diantara
profesi-profesi asasi dalam masyarakat.[3]
Pendidikan (sekolah atau kuliah) semata
hanya untuk mendapatkan pekerjaan. Disinilah bangunan berpikir masyarakat kita
telah berorentasi pada pasar. Tujuan pendidikan menjadi dangkal, karena hanya
berorentasi pada kerja sesuai dengan pangsa pasar. Sementara, makna proses dari
pembelajaran untuk mengasah kreativitas dalam karangka ilmiah dan akademik
semakin kabur. Hal ini lebih disebabkan oleh nalar berpikir masyarakat kita
yang pragmatis sebagai konsekuensi dari keberhasilan kapitalisme di negara
dunia ketiga (baca:negara berkembang).
Pendidikan menjadi aset penting bagi kemajuan
sebuah bangsa. Karena dengan pendidikan, masyarakat akan tercerahkan, ”melek”
pengetahuan dan mampu mencipta dan berkreasi untuk perubahan menuju keadaan
yang lebih baik atas negeri ini. Patut disayangkan, upaya menuju tercapainya
cita-cita pendidikan tersebut terseret arus globalisasi, yang sekali lagi
justru mengerdilkan makna pendidikan. IPNU harus mampu menyelami ruang batin
dunia pendidikan kita. Tanggung jawab sejarah tersebut harus terus
diperjuangkan jika tidak ingin organisasi kepelajaran ini dianggap latah dalam
menghadapi tantangan global. Lantas, dengan apa IPNU akan bergerak? Paling
tidak, IPNU memiliki basis ideologi yang kaya.
Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) seharusnya
mampu menjadi semangat perjuangan untuk mendapatkan hak-hak pendidikan bagi
pelajar Indonesia Latar Belakang Pendirian IPNU Setahun sebelum Pesta demokrasi
atau Pemilu yang pertama kali di Indonesia, tepatnya pada tanggal 24 Februari
1954 M. atau 20 Jumadil Akhir 1373 H. lahirlah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
yang dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan wadah pengkaderan bagi generasi
muda NU yang bersumber dari kalangan pesantren dan pendidikan umum, yang
diharapkan dapat berkiprah di berbagai bidang, baik politik, birokrasi, maupun
bidang-bidang profesi lainnya. Pada awalnya embrio organisasi ini adalah
berbagai organisasi atau asosiasi pelajar dan santri NU yang masih bersifat
lokal dan parsial. Sebagai badan otonom NU, keberadaan IPNU tidak bisa
dilepaskan dari grand design NU, karena itu IPNU dituntut untuk senantiasa
mengembangkan peran dan fungsinyan untuk fungsi peran dan pelaksana kebijakan
dan program NU yang berkaitan dengan masyarakat santri, pelajar, dan mahasiswa.
Sebagai konsekuensinya IPNU sebagai garda depan kaderisasi dalam tubuh NU
sekaligus mengemban tugas untuk menyosialisasikan nilai-nilai dan ajaran-ajaran
NU dalam kehidupan anggotanya.
C. Strategi Gerakan Pelajar Menghadapi Era
Globalisasi
Pelajar
mempunyai andil cukup strategis dalam proses pembentukan pergerakan nasional.
Gerakan pelajar langsung atau tidak langsung telah memberikan kontribusi bagi
kelompok sosial pelajar di Indonesia, khususnya pelajar Islam. Gerakan dengan
ideologi, tradisi, corak, dan keunikannya masing-masing berkontribusi dalam
internalisasi nilai-nilai Islam dan keindonesiaan.
Yang
lebih strategis lagi, dari organisasi-organisasi kepelajaran ini sudah terbukti
banyak melahirkan tokoh-tokoh penting. Gerakan pelajar tentu tidak hidup dalam
ruang sejarah yang hampa karena situasi sosial, ekonomi, politik, agama,
pendidikan, budaya, dan bidang lainnya pun berubah.
Meskipun
demikian, gerakan pelajar harus tetap berpartisipasi aktif mengambil peran
strategis pada era reformasi seperti sekarang ini. Gerakan pelajar harus mampu
menawarkan gagasan dan aksi-aksi baru yang segar dan kritis, gerakan pelajar
terlebih dahulu harus memahami bahwa keberadaan mereka untuk memperjuangkan
kepentingan basis massanya, yaitu pelajar. Untuk mampu menemukannya, gerakan
pelajar harus berangkat dari realitas yang dihadapi oleh pelajar.
Gerakan
pelajar harus terlibat dan bergumul dengan problematika pelajar. Mereka secara
intensif hadir di tengah-tengah pelajar untuk berdiskusi, berdialog, dan
mendengarkan aspirasi. Jadi, mereka tak hanya mengajak berpikir kritis tentang
persoalan di lingkup sekolah saja, tapi juga tentang kondisi sosial, politik,
agama, dan budaya dalam perspektif
anak-anak muda.
Di
era seperti sekarang ini, pelajar menghadapi masalah lemahnya budaya membaca,
korban kebijakan pendidikan, objek politik, sasaran budaya konsumerisme dan
hedonisme, juga korban kekerasan media. Pelajar sangat rentan menjadi korban
dari proses sosial politik. Maka gerakan pelajar perlu membuat stategi dalam
mengahadapi semua itu, antara lain :
1.
Gerakan iqra’ (membaca).
Ini
penting karena minat baca pelajar Indonesia sangat rendah. Laporan terbaru dari
Programmer for International Student Assessment (PISA) pada 2003 menyatakan
dari 40 negara, Indonesia berada pada tingkat terbawah dalam kemampuan membaca.
2.
Memberi pendidikan politik.
Hal
ini dilakukan untuk menyadarkan pelajar sebagai warga negara yang mempunyai hak
dan kewajiban yang sama dengan kelompok sosial lainnya. Pelajar mempunyai hak
pendidikan (akses pendidikan, perlakuan sama, dilindungi dari kekerasan pendidikan,
dan lainnya) dan hak politik (bersuara, berserikat, memilih, dan dipilih).
Selama
ini banyak partai politik yang melakukan pembodohan politik terhadap pelajar,
yaitu menggunakan pelajar sebagai obyek. Hanya sebagai penggembira dalam kampanye
– kampanye politik.
3. Melakukan pembenahan dalam Sistem Pendidikan.
Pendidikan
adalah dunia yang paling dekat dengan pelajar. Persoalan-persoalan yang terjadi
dalam pendidikan sangat berkaitan dengan dunia pelajar, salah satunya
pengurangan subsidi pendidikan. Pendidikan pun semakin mahal. Banyak pelajar
miskin putus sekolah. Semakin mahalnya pendidikan mengakibatkan banyak rakyat
miskin dan tidak dapat mengakses pendidikan. Dalam konteks inilah gerakan
pelajar harus berada pada garda terdepan menyuarakan education for all .
Kasus
kekerasan pendidikan juga semakin merebak. Kasus kekerasan beraneka ragam dan
pelakunya berbeda-beda. Maka, Gerakan pelajar harus melawan kekerasan tanpa
kekerasan.
4. Melakukan gerakan budaya
perlawanan (counter culture) terhadap budaya populer yang boros dan hedonis di
media, khususnya TV.
Banyak
tayangan TV tidak mendidik dan mencerahkan, tapi mengajarkan gaya hidup glamor,
kekerasan, dan mistik yang menumpulkan akal sehat. Pelan tapi pasti,
sinetron-sinetron yang ada di TV memberikan pengaruh negatif bagi anak-anak
muda, khususnya para pelajar. Imitasi pun banyak dilakukan, mulai dari cara
berpakaian, makan, minum, berbicara hingga bergaul. Terlebih dengan semakin
maraknya dunia maya (internet) dan situs – situs pertemanan. Banyak sekali
dampak negative dari internet bagi para pelajar, namun juga sangat bermanfaat
bagi para pelajar.
Melihat
hal tersebut, gerakan pelajar harus mengambil inisiatif untuk melakukan
perlawanan. Gerakan-gerakan populis untuk menyadarkan masyarakat tentang
tontonan yang tidak mendidik harus dilakukan. Misalnya, dengan gerakan satu
hari tanpa TV, kampanye tontonan yang sehat, memboikot sinetron-sinetron cabul,
porno, horor, dan mistik yang dapat menumpulkan daya piker, memfilter situs –
situs porno.
Membuat
situs – situs pertemanan yang lebih terfilter dan mengarahkan untuk kegiatan –
kegiatan yang bermanfaat dengan memberi obrolan – obrolan dan informasi - informasi yang menarik namun
sarat ilmu. Menanamkan Budaya Produktif dan Kreatif , serta menghilangkan gaya
hidup konsumtif.
Usia
pelajar adalah usia yang sangat produktif, di mana emosi, rasa ingin tahu,
serta ambisi sangat terpacu. Untuk itu Gerakan Pelajar harus mampu memberi
ruang serta pembekalan ketrampilan serta kecakapan bagi para pelajaran untuk
bekal dalam arus globalisasi yang penuh dengan persaingan.[4]
IV.
KESIMPULAN
Globalisasi
adalah masuknya atau meluasnya pengaruh dari suatu wilayah/ negara ke wilayah/
negara lain dan atau proses masuknya suatau negara dalam pergaulan dunia. Bagaikan dua sisi mata uang koin, globalisasi tidak hanya memberikan
dampak positif bagi Indonesia tetapi bisa juga memberikan dampak yang negative.
Dampak positif globalisasi diantaranya adalah keterbukaan informasi, komunikasi
semakin cepat dan mudah, berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi,
perekonomian Indonesia semakin menggeliat, dan semakin meningkatnya taraf hidup
masyarakat. Sementara dampak negativ dari globalisasi adalah informasi yang tak
terkendali lagi, westernisasi, sikap individualisme, kesenjangan sosial, dan
pola hidup konsumtif.
Pendidikan menjadi aset penting bagi
kemajuan sebuah bangsa. Karena dengan pendidikan, masyarakat akan tercerahkan,
”melek” pengetahuan dan mampu mencipta dan berkreasi untuk perubahan menuju
keadaan yang lebih baik atas negeri ini. Patut disayangkan, upaya menuju
tercapainya cita-cita pendidikan tersebut terseret arus globalisasi, yang
sekali lagi justru mengerdilkan makna pendidikan. IPNU harus mampu menyelami
ruang batin dunia pendidikan kita.
Pelajar mempunyai andil cukup
strategis dalam proses pembentukan pergerakan nasional. Gerakan pelajar
langsung atau tidak langsung telah memberikan kontribusi bagi kelompok sosial
pelajar di Indonesia, khususnya pelajar Islam. Gerakan dengan ideologi,
tradisi, corak, dan keunikannya masing-masing berkontribusi dalam internalisasi
nilai-nilai Islam dan keindonesiaan. Maka gerakan pelajar perlu membuat stategi
dalam mengahadapi semua itu, antara lain : Gerakan Iqra’ (membaca), memberikan
pendidikan politik, melakukan pembenahan dalam sistem pendidikan, melakukan
gerakan budaya perlawanan (counter culture) terhadap budaya populer yang boros
dan hedonis di media.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami
sampaikan. Kami sadar bahwa karya tulis ini belum sempurna baik segi penulisan maupun
materi yang disampaikan. Oleh karena itu kami sangat berharap akan saran dan
kritik dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Amiiin